Kamis, 21 Mei 2009
Rabu, 20 Mei 2009
Kartini's Day
Suasana dan semangat Nasionalisme sangat terasa, pada 25 April lalu di Sekolah Nasional Tiga Bahasa Rukun Harapan. Semua siswa/i mengenakan pakaian daerah Indonesia. Sebuah panggung dilengkapi runway tampak berdiri di tengah aula. “ Dari usulan komite sekolah, maka tahun ini untuk memeriahkan hari Kartini sekolah kami mengadakan lomba fashion show dengan mengenakan busana daerah”, tutur Maam Kun, salah satu pengajar yang menjadi MC acara ini.
Selain siwa, para pengajar, juri dan panitia dari komite juga diwajibkan untuk mengenakan busana daerah, termasuk 2 orang guru penutur asli dari China. “ Kalau pakai kebaya, jadi agak sulit bergerak ya!” , komentar Liu Lao Shi, sambil membantu untuk membenahi salah satu pakaian muridnya.
Acara dibuka dengan pengenalan tokoh R.A. Kartini kepada anak-anak, kemudian fashion show oleh seluruh pengajar untuk memberikan contoh kepada anak-anak, baru selanjutnya setiap anak diberi kesempatan untuk berpose di panggung. Tampak anak-anak cukup percaya diri untuk berlenggak-lenggok di atas panggung. Namun ada pula yang bertindak spontan sehingga memancing tawa pengunjung dan juri.
” Kegiatan ini bertujuan untuk meneladani semangat Kartini dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia melalui pakaian daerahnya, juga untuk melatih kepercayaan diri anak ”, kata Vivi selaku Ketua Komite Sekolah. Untuk pemenang, dipilih 6 orang untuk setiap kategori kelas. Sedangkan Dewan juri yang menilai terdiri dari anggota Yayasan, perwakilan komite sekolah dan juri tamu.
Boga Kidz - becoming a little baker
Pada field trip kali ini siswa/i TK Rukun Harapan diajak untuk mengunjungi salah satu tempat kursus membuat kue yang bertempat di Ruko Mutiara Plaza. Sebelum acara dimulai, tampak beberapa instruktur dari program Bogakidz memberikan penjelasan kepada anak –anak tentang bahan-bahan dan cara untuk membuat kue. “ Bahan utama untuk membuat kue adalah tepung terigu yang terbuat dari gandum”, tutur salah seorang instruktur. Lalu seorang siswa dengan polosnya menjawab, “ Kalau tepung yang bungkusnya seperti itu sama seperti punya mama di rumah” sambil menunjuk contoh kemasan yang dipegang para instruktur. Suasana tanya jawab menjadi semakin seru dengan jawaban spontan khas anak-anak.
Kemudian di loyang besar yang disediakan untuk setiap kelompok anak, dicampurkan tepung terigu, gula dan margarin. Anak-anak mengaduk bahan tersebut dengan penuh semangat hingga membentuk adonan. Selanjutnya mereka mencetak adonan dengan berbagai macam bentuk. Tahap berikutnya, anak-anak menghias kue kering dengan gula icing berwarna-warni. “ Bebas, boleh dihias dengan gambar yang kalian sukai “, tutur Erna Lao Shi salah satu guru pembimbing yang ikut mendampingi. “ Dengan kegiatan seperti ini selain memberikan pengetahuan kepada mereka tentang proses pembuatan kue yang higienis, juga melatih motorik dan kreativitas anak”, lanjutnya. Anak-anak tampak puas dengan hasil kerja mereka, bahkan ada yang tampak tak sabar untuk segera mencicipi kue buatan mereka sendiri.
Tepung Party at KFC Jember
Pagi itu suasana di salah satu restoran cepat saji di Jalan Gajah Mada tampak berbeda. Meskipun restoran belum buka, tetapi di sana tampak dipenuhi oleh anak-anak dengan celotehannya yang khas. Anak-anak tersebut adalah siswa-siswi Playgroup dan TK Rukun Harapan yang sedang mengadakan field trip. Menurut Maam Kun, salah seorang guru pembimbing, kegiatan ini bertujuan agar anak-anak dapat praktik dan mengamati secara langsung bagaimana proses pembuatan ayam goreng sampai dengan cara penjualannya.
Di tengah-tengah ruangan sudah disediakan baki-baki kecil berisi tepung yang diletakkan di atas kursi. Kelompok pertama sudah siap mengenakan celemek dan bersiap di depan baki dan petugas mulai membagikan potongan ayam yang akan ditepungi. Sambil mendengarkan instruksi dari koki, anak-anak mulai menepungi potongan ayam tersebut. Berbagai tingkah lucu mereka menimbulkan tawa bagi orang tua maupun guru pembimbing yang mengantar.
“Iiih, ada darahnya!” teriak salah seorang siswa. Petugas pun dengan sigap menjelaskan, “Tenang Dik, ayamnya sudah mati kok dan nanti bisa dimakan.”Agaknya bujukan dari petugas itu mampu mengembalikan minatnya untuk melanjutkan mengaduk ayam tersebut. Selanjutnya, siswa-siswi diajak keliling ke dapur melihat dari dekat proses penggorengan dan alat-alat yang digunakan. Dengan pembelajaran tidak hanya di dalam kelas melainkan dengan melihat dan mempraktekkan secara langsung, diharapkan para siswa dapat memahami proses pembuatan makanan dengan lebih jelas dan mendapatkan pengalaman yang menyenangkan.